Rangkaian ibadah ritual yang diwajibkan kepada umat Islam seperti sholat, puasa, haji dan lain-lain merupakan rangkaian ibadah spiritual yang semestinya bila diamalkan akan membuat pelaku menjadi individu yang sholeh secara sosial. Artinya, bila ibadah tersebut dilaksanakan dan dipahami secara benar oleh setiap muslim, maka dampak yang dirasakan bukan hanya bagi pelaku saja melainkan juga terhadap lingkungan sekitarnya.
Karena selain memperoleh pahala sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah, juga terkandung pesan moral nan mendalam yang bila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat membawa umat Islam pada derajat kemuliaan yang tinggi, baik dalam hubungan sesama manusia atau hubungan kepada Allah.
Selain rasa ikhlas, pesan lain yang sangat menonjol adalah kedisiplinan. Mustahil sholat, puasa, zakat dan haji kita serta rangkaian ibadah lainnya dapat membawa kesalehan dalam kehidupan sehari-hari bila tanpa dilandasi oleh sebuah kedisiplinan. Karena Islam sangat mementingkan arti dari sebuah kedisiplinan yang tinggi dalam pelaksanaan serangkaian ibadah kita agar membawa perubahan sosial yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
Kemajuan serta kemakmuran yang telah dicapai oleh Negara-negara seperti Inggris, Perancis, AS, Korea Jepang dll. adalah bukti yang tak terbantahkan karena memiliki budaya kedisiplinan yang tinggi. Sedangkan Negara-negara muslim dimana umat Islam menjadi penduduk mayoritas, kebanyakan mengabaikan nilai sebuah kedisiplinan hingga mengalami ketertinggala dalam berbagai bidang. Bukan hanya itu saja, masalah pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, anarkisme, ditambah lagi berbagai konflik yang timbul karena adanya perbedaan, seakan identik dengan kebanyakan Negara-negara muslim.
Dari sini kita mendapat gambaran nyata bahwa ajaran Islam yang begitu mulia telah diamalkan oleh mereka yang jelas-jelas non muslim. Sedangkan mayoritas masyarakat muslim seakan tertidur dan meninggalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yakni pentingnya melaksanakan arti sebuah kedisiplinan!.
Indonesia misalnya, sebagai Negara yang penduduknya adalah mayoritas muslim terbesar didunia, termasuk dalam 10 negara terkorup didunia. Hal ini sungguh ironis! Belum lagi tingkat kemacetan yang sangat parah, kasus pencemaran lingkungan yang sangat tinggi, juga ternasuk Negara dengan stigma perusakan hutan tercepat didunia serta pandangan negatif lainnya yang dialamatkan kepada Negara yang kita cintai ini.
Sebagai penduduk Negara ini, selayaknya kita malu, sedih, geram, marah atas predikat yang dialamatkan pada kita. Namun, semua itu takkan dapat hilang begitu saja hanya dengan sikap tersebut. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi keadaan hingga seperti sekarang ini. Masalah yang kita hadapi begitu kompleks hingga kita perlu untuk membenahi hampir semua sector dalam kehidupan bermasyarakat.
Melihat begitu besarnya manfaat disiplin bila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan beitu luasnya efek negatif yang ditimbulkan bila diabaikan, maka penting bagi kita baik sebagai individu atau sebagai warga Negara pada umumnya bersama-sama mengupayakan agar sikap disiplin tertanam dalam diri kita, keluarga dan masyarakat pada umumnya serta memberikan suri tauladan dalam aktifitas sehari-hari.
Disiplin dapat diartikan sebagai sikap patuh untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan seseorang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan aturan yang telah berlaku. Dengan kata lain, disiplin merupakan sikap menaati peraturan yang telah ditetapkan dengan tanpa pamrih.
Al-Qur’an dan hadits Nabi banyak yang menyinggung tentang disiplin dan menaati peraturan yang telah ditetapkan. Antara lain surat An-Nisa : 59, yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Pesan yang terkandung dalam ayat tersebut adalah patuh dan taat kepada para pemimpin dan jika terjadi perselisihan, maka harus dikembalikan kepada aturan Allah dan Rasul-Nya. Namun tingkat kepatuhan umat terhadap pimpinannya tidaklah bersifat mutlak. Jika perintah itu bertentangan dengan aturan-aturan Allah dan RasulNya, maka perintah tersebut boleh ditolak dan dimusyawarahkan. Jika aturan itu tidak bertentangan dengan aturan Allah dan RasulNya, maka Allah menyatakan ketidak sukaanya kepada orang-orang yang melampaui batas.
Disamping makna taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga berarti sikap memperhatikan dan mengontrol dengan baik waktu yang digunakan. Sikap tanggung jawab atas amanat yang telah dibebankan kepadanya juga termasuk makna dari disiplin. Islam mengajarkan kepada kita agar menerapkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Al-Qur’an menyebutkan berulang kali akan pentingnya mengatur waktu dan memperhatikan waktu dengan sebaik-baiknya. Misalnya: Wal Fajri (demi waktu fajar), Wadh-Dhuha (demi waktu Dhuha/pagi), Wan Nahar (Demi waktu siang), Wal Ashr (Demi waktu sore), dan Wal Lail (Demi waktu malam). Dengan demikian Allah telah mengingatkan kepada kita akan pentingnya mengatur waktu dengan baik. Sudahkah kita beramal dengan baik? Sudahkah kita mengerahkan segala potensi untuk kebaikan? Karena kalau kita lalai, maka waktu itulah yang akan membunuh dan menebas kita. Yang kemudian timbul adalah kerugian apabila kita tidak mempergunakan waktu dengan baik. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi: “ Waktu itu seperti pedang. Bila engkau lalai menggunakannya, maka pedang itu sendiri yang akan menebasmu”.
Jadi kita harus menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar tiada kerugian dan penyesalan diakhir nanti. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an : 1.Demi masa. 2.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Yang terpenting adalah jangan sampai penggunaan waktu untuk akherat mengorbankan waktu untuk duniawi dan begitu pula sebaliknya. Jadi harus seimbang dan proporsional.
Tentang kedisiplinan, kita mendapat pelajaran penting dari sejarah perjalanan Nabi. Ketika Nabi dan para sahabat menghadapi kaum kafir dalam perang Uhud, ada sebagian pasukan yang ditugaskan untuk menempati posisi penting yang telah terancang dalam strategi perang. Namun pasukan ini mengabaikan perintah dan tugas dari Nabi. Sehingga pasukan Islam dalam perang ini mengalami kekalahan yang sangat besar. Ini merupakan contoh betapa pentingnya sikap disiplin dalam berperang. Tentu kita bisa membayangkan bagaimana akibatnya bila terjadi dalam kondisi dan aspek lainnya.
Pada abad VII M, Islam memiliki generasi emas yang sangat handal di berbagai bidang keilmuan. Diantaranya Ibnu Sina (Avicenna) yang ahli bidang kedokteran, Al Jabbar (Al Ghebra) yang ahli dibidang Matematika, juga Ibnu Khaldun yang ahli di bidang Sosiologi. Mereka begitu tekun dan betul-betul disiplin dalam menekuni ilmu yang dipelajari. Namun dalam perkembangan selanjutnya, hal tersebut malah banyak diamalkan oleh bangsa barat yang jelas-jelas non Islam. Sedang umat Islam malah meninggalkannya. Sebagai muslim, kita dituntut untuk melaksanakan dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, disiplin termasuk tiang penting dalam ajaran Islam.
Selama satu bulan kita dilatih untuk bersikap jujur dan disiplin dalam pelaksanaan ibadah puasa. Didalamnya terkandung unsur kedisiplinan yang sangat tinggi bagi kita bila dipahami secara mendalam. Kita sendiri yang secara jujur bisa menjawab apakah ibadah kita betul-betul dilaksanakan dengan sungguh-sungguh atau hanya sebatas mendapatkan dahaga dan lapar saja. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan pencerahan setelah satu bulan kita berpuasa. Dalam artian, nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa dapat kita pertahankan dan mampu kita terapkan setelah ibadah puasa berlalu.
Dengan demikian kita mampu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa dalam kehidupan sehari-hari dan ikut memberikan contoh serta suri tauladan pada keluarga dan lingkungan disekitar kita untuk perubahan yang lebih baik. Mari kita mulai mengamalkan kedisiplinan yang pertama dari diri kita sendiri sebagai konsekuensi bahwa puasa kita selama bulan Ramadhan benar-benar memberikan pencerahan dan menjadi insan yang semakin bertakwa kepada Allah SWT. Semoga di bulan Syawwal ini, kita kembali fitri guna menyongsong hidup yang lebih baik. Amin ya Rabbal Alamin. (Wallahu A’lam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar